Suka Duka Nikah Muda

Friday, 19 October 2007


Menikah muda, sepertinya saat ini sedang trend di kalangan generasi muda. Ada yang karena pemahaman agama, dengan pertimbangan untuk lebih menjaga hati dan menjauhi zina. Selain itu juga untuk merasakan nikmatnya keluarga sakinah, mawaddah, warohmah. Ada pula karena terlanjur ’kebablasan’ dalam hubungan seks pra nikah. Untuk yang terakhir ini, seorang ustadz mengistilahkan dengan pemilu, alias pengantin hamil dulu. Istilah lain yang dikenal anak muda adalah MBA, alias married by accident.

Jangan heran, di Indonesia yang seperti itu makin hari makin meningkat saja. Bahkan seolah-olah sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa, dan bukan aib lagi. Ketika dibikin sinetron pun laris manis. Bagi yang belum bisa meninggalkan acara televisi mungkin pernah mendengar sinetron Pernikahan Dini. Meskipun ceritanya seputar pasangan pemilu yang sarat konplik, hampir tidak pernah akur, toh ratingnya cukup tinggi juga. Na’udzubillaahi min dzaalik. Yah,, sesuatu kalau awalnya tidak baik, biasanya jarang bisa berakhir dengan baik. Termasuk juga dalam pernikahan. Meskipun bahagia di masa pacaran, tidak menjamin akan bahagia setelah menikah. Apalagi jika sudah punya anak.

Tentu bagi anak-anak muda yang selalu berusaha meniti jalan taqwa, married by accident tidak akan pernah menjadi pilihan mereka. Solusinya yang halalan thoyyiban saja sudah dituntunkan oleh Allah, kok mau milah yang penuh bahaya. Pemuda-pemudi ini pun banyak yang memutuskan untuk menikah muda. Hanya saja, biasanya mereka pacaran setelah menikah. Lalu apa sih suka duka nikah muda?

Suka Duka Nikah Muda

Pengalaman setiap pasangan dalam pernikahan tentu berbeda-beda, baik dari segi alasan mengapa menikah muda? atau pengalaman pribadi di dalam pernikahan itu sendiri. Yang pertama apa sih sukanya dalam nikah muda? Yang jelas ada yang mengatakan bahwa dengan nikah muda akan membuat seseorang lebih happy, lebih sehat dan membuat hidup lebih berarti.


Sebuah penelitian yang dilakukan antara tahun 1950 sampai dengan 1970 menemukan bahwa orang-orang yang menikah cenderung lebih bahagia dibandingkan yang tidak menikah, hidup sendiri atau bercerai. Penelitian ini juga menemukan bahwa disamping pernikahan cenderung menjadikan orang lebih bahagia, kebahagiaan itu sendiri cenderung mendorong untuk lebih cepat menikah. Jika hidup anda kurang bahagia, anda cenderung takut untuk menikah. Salah satunya anda tidak yakin bahwa kebahagiaan nikah dapat diupayakan. Anda membayangkan bahwa pernikahan membuat anda terkungkung dalam rumah tangga. Ketakutan yang sama juga terjadi pada mereka yang ingin memacu prestasi, tetapi tidak mempunyai model yang tepat sehingga mereka sulit membayangkan bahwa kesibukan kita mengasuh anak tidak menghalangi kita untuk mencapai prestasi yang optimal.

Selain lebih happy dengan nikah muda, juga lebih sehat dengan nikah muda. Secara sederhana, meningkatnya kesehatan orang-orang yang sudah menikah dapat dikelompokkan dalam tiga hal berikut:

1.Meningkatkan stamina. Proses-proses faali dalam tubuh karena meningkatnya kebahagiaan membuat kita memiliki daya tahan yang lebih baik. Papalia dan Olds menunjukan bahwa orang yang menikah cenderung lebih jarang mengalami disabilities (ketunaan) dibanding yang tidak menikah atau yang bercerai.

2.Bertambahnya imunitas. Orang-orang yang menikah lebih jarang mengalami gangguan penyakit yang kronis dibanding mereka yang tidak menikah dengan status kesehatan awal yang sama. Maksudnya, jika ada dua orang yang sama-sama memiliki bakat asma dengan tingkatan yang sama, orang yang menikah akan lebih jarang terserang asma dibanding yang tidak menikah, cerai atau terpisah dengan suaminya.

3.Pemulihan kesehatan lebih mudah. Proses penyembuhan dan pemulihan kesehatan orang yang sudah menikah cenderung lebih cepat dibanding orang yang tidak menikah. Orang yang perkawinannya membahagiakan cenderung lebih mudah pulih dibanding orang yang pernikahannya biasa-biasa saja, apalagi yang tidak sangat membahagiakan.


Kemudian dengan nikah muda, membuat hidup lebih berarti. Menikah membuat kita lebih dewasa. Kedewasaan kita akan jauh lebih matang saat anak kita lahir. Jika saat menikah kita mempertemukan dua hati, dua kebiasaan, dua pengalaman hidup, dan bahkan mungkin dua arah tentang perkawinan, maka saat anak kita lahir kita mempertemukan cita-cita yang tinggi dengan kesediaan untuk mengalahkan diri sendiri. Terhadap istri, kita bisa berdialog dan bahkan mungkin sedikit sewot jika ia tidak berperilaku sesuai dengan yang kita harapkan. Akan tetapi, tidak bisa demikan terhadap anak-anak kita yang masih bayi. Kita bisa menuntutnya untuk berperilaku dan bersikap seperti yang kita inginkan. Tidak pula bisa kita ajak berdialog. Yang bisa kita lakukan adalah menyesuaikan dengan pola anak, mengalahkan diri sendiri agar lebih sabar, dan tidak patah dalam menegakkan cita-cita. Melalui proses ini jika kita menghayati, kita akan menjadi manusia yang jauh lebih matang. Sesungguhnya, dalam proses pendidikan anak itu ada pelajaran besar tentang bagaimana menghadapi manusia.

Lepas dari semua itu, ada satu hal yang perlu kita catat. Kedewasaan tidak datang tiba-tiba. Ia perlu upaya, terutama dari diri kita sendiri. Kita perlu mengupayakannya dengan sungguh-sungguh sebab usia tidak dengan sendirinya membuat kita lebih dewasa. Selanjutnya, apa yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kedwasaan kita? Ada beberapa hal yang bisa kita perhatikan. Pertama, menata kesadaran kita tentang tanggung jawab. Kedua, membekali diri dengan ilmu sehingga menjadi orang paham dam mampu. Ketiga, meningkatkan kemampuan kita bertanggung jawab.

Yang diatas tadi adalah gambaran tentang sukanya dalam nikah muda menurut bacaan kami. Sedangkan duka dalam nikah muda, mungkin karena sama-sama muda ada sifat egois yang muncul. Kadang satu sama lain tidak mau mengalah, bisa berakibat kemarahan, dan ini biasanya tidak berlangsung lama kemudian berbaikan lagi.

Adapun suka duka nikah muda menurut kami, atau pengalaman kami yang juga nikah muda memang lebih banyak sukanya daripada dukanya. Tapi terkadang dukanya pun kami alami dan kami hadapi bersama.

Kendala untuk nikah muda

Belum punya mai’syah atau belum dapat mencari nafkah, kadang menjadi salah satu penghalang bagi seseorang untuk menikah. Banyak orang yang sebenarnya sudah ingin menikah, tapi terpaksa menunda karena belum bekerja. Mungkin bagi sebagian orang hal ini dianggap sebagai sesuatu yang realistis. Meskipun demikian, harus diingat bahwa Allah akan membantu mencarikan jalan keluar bagi pemuda yang akan menikah demi menjaga agamnya. Bagaimana jika pemikiran seperti itu dibalik saja. Bukankah dengan menikah, semangat mencari nafkah seorang pemuda akan semakin menggelora? Ini akan terjadi bila sang pemuda menyadari benar akan tanggung jawabnya. Demikian hal tersebut akan lebih memberinya semangat untuk mencari nafkah.

Selain belum punya ma’isyah, yang sering menjadi kendala untuk menikah adalah belum selesai studi. Jika seseorang masih sekolah, biasanya belum berani untuk menikah. Alasan klasiknya, takut tambah repot ngurus keluarga, selain belum punya ma’isyah. Meski demikian, saat ini dikalangan kampus juga marak dengan pernikahan di usia muda. Sebagian aktivis dakwah yang masih mahasiswa pun, tak kalah ketinggalan mengambil pilihan ini.

Untuk itu bagi pemuda-pemudi yang belum menikah, segeralah menikah. Tapi ingat pilihlah yang baik agamanya biar tidak menyesal di kemudian hari. Wallahu a’lam bishawab.


Makalah disusun Oleh: Sisie Annisa
*persyaratan BWKAM di bulan Ramadhan*
*poto pernikahan temenku


http://herdinur.multiply.com/

Posted by hAiRiL/spiderman_pink at 17:17  

0 comments:

Post a Comment