Mengapa Tak Mau Berdoa?
Friday, 2 May 2008
Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin doa selepas sholat jamaah bersama isteri saya, apalagi didepan jamaah yang lain.
Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak. Tapi andaikata pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu mengerti segala macam bahasa. Jangan malu untuk berdoa dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Kalau anda hapal doa dalam bahasa arab, saya ucapkan alhamdulillah! Namun kalau anda lebih sreg berdoa dengan bahasa selain bahasa Arab, saya pun berucap alhamdulillah! Yang terpenting adalah kita masih mau berdoa. Kalimat terakhir ini mengundang pertanyaan, Mengapa sih kita harus berdoa?
Allah adalah Tuhan kita satu-satunya. Allah pun dalam Al-Quran mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu (QS 112:2). Dalam surat al-Fatihah kita pun berseru, Iyyaka Nabudu wa Iyyaka Nastain (Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami mohon pertolongan). Karena itu, kalau ada orang yang mengaku bahwa Allah itu Tuhannya lalu ia tak mau berdoa maka pantas kalau kita sebut orang tersebut orang sombong. Bukankah Allah telah berfirman, Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu (QS 40:60).
Betulkah setiap doa akan dikabulkan oleh Allah? Boleh jadi ada diantara kita yang telah berdoa sesuatu namun tak kita rasakan hasil dari doa tersebut. Pertama, harus disadari bahwa kita ini hamba sehingga tak berhak memaksa Allah. Kita yang membutuhkan Allah; bukan sebaliknya.
Kedua, Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Boleh jadi, sebuah doa yang kita minta bila dikabulkan oleh Allah justru ujung-ujungnya dapat menimbulkan kesulitan dalam hidup kita atau mungkin Allah punya ketentuan lain yang tak kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi Nuh berdoa agar anaknya diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak mengabulkannya dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdoa: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. (QS 11: 47) Allah Maha Tahu, maka doa kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi ditunda waktunya, atau malah diganti dengan yang lebih baik. Wa Allahu Alam.
Ketiga, sudah seberapa jauh usaha kita untuk meminta dan memelas pada Allah. Nabi Zakariya sendiri telah puluhan tahun berdoa namun belum dikabulkan Allah. Tapi berbeda dengan kita yang cenderung tak sabar, Nabi Zakariya berkata, Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. (QS 19:4)
Begitulah sikap kita seharusnya: jangan pernah kecewa dalam berdoa. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Aku ini bagaimana persangkaan hambaKu saja... Maksudnya, kalau kita dalam berdoa belum-belum sudah beranggapan bahwa doa ini tak akan dikabulkan, yah begitulah jadinya. Insya Allah kita selalu berbaik sangka dan tak pernah kecewa dalam berdoa.
Dalam berdoa kita diminta untuk berharap-harap cemas (QS 21:90). Artinya, kita berharap doa kita akan dikabulkan, namun disisi lain kita juga cemas kalau-kalau doa ini tidak dikabulkan. Gabungan perasaan inilah yang menjadi etika dalam berdoa. Kita tidak terlalu yakin pasti akan dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika lainnya adalah kita disuruh berdoa dengan merendahkan diri dan dengan suara yang lembut (QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdoa ini insya Allah hati kita akan tergetar dan seringkali tanpa sadar air mata menggantung di pelopak mata.
Pendek kata, berdoalah baik dalam keadaan sehat-sakit, suka-duka, kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring, pagi-siang-malam.